Selasa, 01 November 2011

Persekutuan Firma

PERSEKUTUAN FIRMA
°  Dasar Hukum Firma
1.      Bab III Bagian II Buku I KUHD Pasal 16 – 35 KUHD.
2.      Pasal 1618 – 1652 KUH Perdata.
°  Pengertian Firma
Menurut Pasal 16 KUHD: “yang dinamakan perseroan firma ialah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan di bawah satu nama bersama”.
Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa persekutuan firma adalah  suatu perusahaan yang berbentuk persekutuan (satu nama bersama) dan jenis persekutuan yang terbangun disebut sebagai persekutuan perdata khusus. Kekhususan firma terletak pada 3 unsur mutlak sebagai tambahan pada persekutuan perdata, yaitu:[1]
a.      Menjalankan perusahaan (Pasal 16 KUHD);
b.      Dengan nama bersama atau firma (Pasal 16 KUHD);
c.       Pertanggungan jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan atau tanggung jawab bersifat solider (Pasal 18 KUHD), istilah Belanda: “Hoofdelijk voor het gehee”.
Pada dasarnya firma juga merupakan suatu persekutuan (pasal 15 KUHD), yaitu lex specialis terhadap KUHPerdata. Apabila dikaitkan dengan pasal 1618 KUHPerdata bahwa persekutuan firma juga merupakan persekutuan perdata yang di dalamnya terdapat suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang atau lebih. Dalam hal ini dua orang yang melakukan perjanjian dan berada dalam persekutuan firma disebut sebagai pendiri persekutuan firma.
°  Nama Bersama atau Firma
Firma artinya nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan menjadi nama perusahaan (persekutuan firma). Pembuatan nama perusahaan Firma diatur dalam pasal 20 ayat (1) KUHD:
“Dengan tak mengurangi kekecualian tersebut dalam ayat kedua pasal 30 KUHD, nama persero pelepas uang tidak boleh dipakai dalam firma”.
Lebih lanjut dalam pasal 30 ayat (2) KUHD menyatakan bahwa:
“Ketentuan ayat kesatu pasal 20 tidak berlaku, jika persero yang mengundurkan diri itu dulu persero firma dan kemudian menjadi persero lepas uang”.Dari pasal 20 ayat (1) dan pasal 30 ayat (2) KUHD diketahui bahwa pemakaian nama sekutu komanditer (CV) sebagai firma dilarang, kecuali apabila sekutu komanditer (CV) itu sebelumnya adalah sekutu kerja (firma) biasa”.
Mengenai penamaan perusahaan firma, diatur dalam Pasal 30 ayat (1) KUHD. Dari Pasal 30 ayat (1) KUHD ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1)      Dalam perjanjian pendirian persekutuan firma yang telah bubar tersebut terdapat ketentuan yang mengizinkan nama perusahaan itu dipakai;
2)      Para pendiri firma yang telah bubar, memberikan izin menggunakan nama firma mereka oleh pihak lain;
3)      Dalam hal bubarnya firma karena meninggalnya salah satu atau seluruh sekutu, terdapat izin yang tidak keberatan untuk menggunakan nama firma tersebut dari para ahli waris;
4)      Penggunaan nama firma tersebut harus dikuatkan dengan pernyataan dalam akta notaris;
5)      Akta notaris tersebut harus diiringi dengan pendaftaran dan pengumuman akta notaris oleh para sekutu.
Dalam praktiknya, nama perusahaan firma diambil dari:[2]
©      Nama salah seorang sekutu, misalnya “Wibisono” maka nama persekutuan firma yang mereka bentuk lalu dinamakan “Persekutuan Firma Wibisono”. Nama orang (Wibisono) yang lalu dijadikan nama perusahaan itu disebut “firma”.
©      Nama salah seorang sekutu dengan tambahan, seperti Malau Bersaudara, Bona & Brother, Henny & Sons, dll.
©      Kombinasi nama dari semua atau sebagian dari nama para sekutu, seperti Karandri (Kardo dan Andri), Boya (Bona dan Maya), dll.
©      Berasal dari nama lain yang bukan nama keluarga, seperti mengenai jenis usaha yang dikelola, “Firma Ekspedisi Terdepan”, “Firma Perniagaan Pertekstilan”, dll.

°  Jenis Usaha Persekutuan Firma
Ada dua jenis usaha firma yang sering ditemukan, yaitu:[3]
1.      Firma dagang adalah persekutuan firma yang kegiatan usaha utamanya memproduksi atau membeli dan menjual barang-barang.
2.      Persekutuan firma non-dagang adalah persekutuan firma yang menjual jasa, misalnya usaha jasa pengacara, akuntan publik, konsultan, dsb.
°  Prosedur Mendirikan Firma
Prosedur pendirian persekutuan firma diatur dalam pasal 22 KUHD. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui syarat yang harus dipenuhi adalah:
a.      Pembuatan akta pendirian persekutuan firma harus dengan akta otentik/ akta notaris (pasal 22 KUHD).
“Tiap-tiap perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga”.
Dari pasal ini diketahui bahwa ada atau tidaknya surat (akta otentik) tidak pernah digunakan sebagai tangkisan terhadap pihak ketiga, akta tersebut hanya menjadi syarat bagi keperluan alat pembuktian, bukan syarat bagi keberadaan persekutuan firma (tidak mutlak). Akta otentik disini adalah yang dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata. Akibat ketiadaan akta pendirian persekutuan firma bagi sekutu sendiri:
                    -          Dimana ketiadaan akta pendirian firma, maka sekutu dapat menyangkal kepada pihak sekutu yang lain, kalau ia tidak pernah mendirikan firma, dengan begitu sekutu itu tidak mempunyai tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD).
                    -          Menurut pasal 1630 KUH Perdata: “Masing-masing sekutu diwajibkan memberikan ganti rugi kepada persekutuan tentang kerugian-kerugian yang diderita oleh persekutuan yang disebabkan karena salahnya si sekutu………”.
b.      Akte tersebut harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat (pasal 23 KUHD).
c.       Petikan akte kemudian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Firma berdiri secara resmi setelah didaftarkan di BNRI dan diumumkan dalam BNRI (pasal 28 KUHD).
Dimana kelalaian melakukan pendaftaran dan pengumuman berlaku ketentuan pasal 29 KUHD, bahwa pihak ketiga sepenuhnya dilindungi oleh hukum dan berhak menuntut perikatan yang telah dibuatnya dengan persekutuan, karena perseroan firma dianggap sebagai perseroan umum. Dalam hal ini setiap sekutu firma (tanpa kecuali) bertanggung jawab penuh untuk perikatan yang  dilakukan. Mengenai perbedaan apa yang didaftarkan dan diumumkan (pasal 29 ayat (2)),  hal ini tidak dapat digunakan oleh persekutuan firma maupun masing-masing sekutu firma sebagai tangkisan terhadap pihak ketiga.
°  Hubungan Antara Para Anggota Sekutu Firma.
  J  Hubungan Internal Para Sekutu.
                    -          Kekuasaan tertinggi dalam persekutuan firma adalah para sekutu semuanya, yang memutuskan segala persoalan dengan musyawarah untuk mufakat dalam batas keleluasaan yang diberikan oleh perjanjian pendirian persekutuan firma, diatur dalam pasal 32-35 KUHD dan pasal 1339 KUHPerdata, dimana keleluasaan ini tidak boleh bertentangan dengan pasal 1634-1635 KUHPerdata.
                    -          Jika dalam perjanjian pendirian persekutuan firma tidak diatur pembagian untung rugi, otomatis berlaku asas keseimbangan (pasal 1633 KUHPerdata) dari pada pemasukan (inbreng). Atau bisa juga keuntungan diterima dan dibagi secara bersama-sama dengan anggota sekutu (pasal 1618 KUHPerdata), disamping itu setiap anggota sekutu memiliki tanggung jawab menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk persekutuan (pasal 1627 KUHPerdata).
                    -          Siapa yang harus menjalankan pengurusan dan penguasaan persekutuan harus ditentukan dalam akta pendirian persekutuan firma. Jika belum diatur maka harus diatur secara tersendiri dalam suatu akta yang harus didaftarkan pada Kepaniteraan PN setempat dan diumumkan dalam Berita Negara RI supaya pihak ketiga dapat mengetahuinya. Jika tidak diatur secara khusus, para sekutu dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa supaya yang satu melakukan pengurusan bagi yang lain dan juga masing-masing sekutu mempunyai hak veto preventif tentang perbuatan pengurusan tersebut, seperti yang diatur dalam pasal 1639 ayat (1) KUH Perdata.[4] Menurut pasal 17 KUHD seorang sekutu pengurus dapat dilarang bertindak keluar dan berlaku ketentuan dalam pasal 18 KUHD. Jika tidak terdapat larangan maka tiap-tiap sekutu dapat mewakili persekutuan yang mengikat sekutu pengurus dengan adanya tanggung menanggung (tanggung renteng) dimana masing-masing bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang.
  J  Hubungan Eksternal dengan Pihak Ketiga.
                    -          Pertanggung jawaban sekutu terhadap pihak ketiga berdasar pasal 18 KUHD adalah tanggung menanggung (hoofdelijk) bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan yang dibuat teman-temanya sefirma.[5] Tanggung jawab pribadi dalam pasal 18 KUHD ini hanya berlaku untuk perikatan persekutuan firma terhadap pihak ketiga bukan untuk perikatan persekutuan firma terhadap sekutu firma lainnya.
                    -          Kewenangan mewakili dan bertindak keluar bagi tiap-tiap sekutu.  Berdasarkan Pasal 17 KUHD, bahwa tiap-tiap sekutu mempunyai kewenangan untuk mengadakan perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan persekutuan, kecuali bila sekutu tersebut dikeluarkan dari kewenangannya itu. Jika tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangannya, maka tiap-tiap sekutu dianggap saling memberikan kuasa umum bagi dan atas nama semua sekutu untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Dengan ini maka timbul asas pertanggungan jawab sekutu adalah pribadi untuk keseluruhan, yang meliputi segala macam perbuatan termasuk tindakan dimuka hakim.
                    -          Kewenangan mewakili yang mengikat persekutuan firma dibatasi oleh (i) maksud dan tujuan persekutuan firma dan (ii) kesepakatan yang dibuat oleh para sekutu firma tentang kewenangan tersebut. Lazim diperjanjikan bahwa tindakan-tindakan hukum tertentu memerlukan persetujuan dari atau harus dilakukan bersama sekutu lainnya[6] Oleh karena itu isi perjanjian persekutuan firma dapat diketahui oleh pihak ketiga (pasal 23-29 KUHD).
°  Pertanggung jawaban.
[  Tanggung Jawab Pengurus Firma.
Sekutu firma yang termasuk dalam pengurus memiliki tanggung jawab untuk mengurus perusahan, antara lain:
1)      Kewajiban membuat pembukuan. Karena persekutuan firma menjalankan perusahaan, maka berlaku ketentuan pasal 6 ayat (1) KUHD, bahwa persekutuan itu harus membuat pembukuan. Para sekutu juga mempunyai hak untuk melihat dan mengontrol pembukuan itu (hak pemberitaan) yang diatur dalam pasal 12 KUHD. Dalam hal ini Prof. Soekardono berpendapat, meskipun UU memperbolehkan kuasa sekutu untuk melaksanakan hak pemberitaan, tapi pemegang buku harus berhati-hati untuk mencegah bocornya rahasia pembukuan.[7]
2)      Mencegah kemunduran dan memajukan persekutuan (pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata).
3)      Sekutu harus bertanggung jawab terhadap perbuatan melanggar hukum (pasal 1365 KUHPerdata), kelalaiannya (pasal 1366 KUHPerdata) dapat dituntut ganti rugi oleh persekutuan,dan juga dapat dituntut melawan pasal 1367 KUHPerdata, apabila kerugian karena perbuatan melawan hukum orang yang ada dibawah kekuasaan sekutu yang bersangkutan yang dilakukan seorang sekutu firma dalam rangka menjalankan usaha persekutuan firma.
[  Tanggung Jawab  Sekutu Firma.
                    -          Kekayaan persekutuan firma, sekalipun merupakan kekayaan semua sekutu firma, tetap merupakan kekayaan yang terpisah (“afgescheiden vermogen”), artinya kekayaan tersebut terpisah dari kekayaan masing-masing sekutu firma yang mereka miliki di samping bagian mereka dalam persekutuan firma.[8] Kekayaan ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban persekutuan firma terhadap para kreditur persekutuan firma, jika masih ada sisa maka dibagi antara sekutu firma, setelah itu baru dipakai untuk melunasi utang pribadi para sekutu firma. Dapat ditarik kesimpulan bahwa: Para kreditur persekutuan firma merupakan kreditur preferent dibanding dengan kreditur pribadi sekutu firma sejauh mengenai kekayaan persekutuan firma.
                    -          Pertanggung jawaban sekutu baru terhadap utang-utang yang telah ada pada saat dia masuk. Apabila sekutu baru itu tidak menggantikan sekutu yang lama, maka saya dapat menyetujui pendapat Polak (sekutu baru tidak boleh diminta untuk membayar utang-utang persekutuan pada saat diterima menjadi sekutu, karena ia tidak pernah memberikan kuasa kepada sekutu lain untuk mewakilinya dalam hubungan hukum dengan pihak ketiga, kecuali ia menyetujuinya sebagai syarat penerimaan). Tetapi kalau sekutu baru itu mengganti sekutu yang lama, maka sudah sepantasnya bila sekutu baru itu turut bertanggung jawab terhadap utang-utang yang telah ada pada waktu dia masuk menjadi sekutu.[9]
                    -          Pertanggung jawaban sekutu yang keluar terhadap utang-utang persekutuan yang belum sempurna dilunasi pada saat keluarnya, berlaku ketentuan pasal 18 KUHD baik pada saat persekutuan firma masih dalam keadaan jalan, maupun persekutuan firma dalam keadaan bubar.

                    -          Akibat dari tanggung jawab pribadi masing-masing sekutu firma untuk perikatan persekutuan firma, bahwa pernyataan pailit persekutuan firma mengandung pernyataan pailit masing-masing sekutu firma (Pasal 4 ayat (7) UU Kepailitan).[10]

°  Kelebihan dan Kelemahan Usaha Firma[11]
a.      Beberapa kelebihan persekutuan firma adalah sebagai berikut:
Relatif lebih mudah mendirikannya,  modal usaha yang relatif lebih terjangkau, pimpinan persekutuan firma terdiri dari satu atau beberapa orang, kemampuan organisasi dan manajemen lebih kuat,  sekutu firma dengan keahliannya masing-masing saling melengkapi,  kebutuhan modal lebih mudah dipenuhi dengan cara menambah anggota sekutu tanpa harus merombak manajemen,  pembagian kerja menurut keahlian setiap anggota sekutu,  keputusan diambil secara bersama-sama oleh setiap anggota.
b.      Selain adanya kelebihan tersebut para pendiri persekutuan firma juga perlu mempertimbangkan adanya beberapa kelemahan, antara lain:
Jatuh bangun perusahaan sangat bergantung pada anggota sekutu pengurus,  agak rentan terjadi perselisihan diantara sekutu pengurus, tanggung jawab setiap anggota dalam menjalankan laju persekutuan berbeda,  jika satu anggota merugikan perusahaan maka semua anggota ikut menanggung kerugian,  modal yang disetorkan tidak mudah untuk ditarik kembali,  keberadaan hidup firma tidak terjamin karena bila ada anggota yang meninggal dunia, maka firma tersebut akan bubar.

°  Berakhirnya Persekutuan Firma.
a.      Karena persekutuan firma sebenarnya merupakan persekutuan perdata (pasal 16 KUHD), maka bubarnya persekutuan firma berlaku sama dengan persekutuan perdata, yaitu Bab VIII, Bagian IV, Buku III KUHPerdata dari pasal 1646-1652 dan pasal 31-35 KUHD.
b.      Khusus mengatur kepentingan pihak ketiga berlaku ketentuan dalam pasal 31 KUHD. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa kelalaian dalam pendaftaran dan pengumuman berakibat tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian atau perubahan tadi terhadap pihak ketiga. Pada ayat (3) bila kelalaian dalam perpanjangan waktu, maka berlaku ketentuan pasal 29 KUHD.
c.       Setelah persekutuan firma bubar, perlu ada pemberesan baik untuk kepentingan para sekutu maupun terhadap pihak ketiga. Hal ini berhubungan dengan kas persekutuan untuk pelunasan utang terhadap pihak ketiga (Pasal 32-35 KUHD).
d.      Pertanggung jawaban pemberes. Hubungan hukum antara pemberes dan para sekutu adalah hubungan pemberian kuasa. Menurut pasal 1802 KUHPerdata: pemberes sebagai pemegang kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatannya kepada para sekutu (pemberi kuasa) dan berkewajiban membayar ganti kerugian bila persekutuan menderita kerugian karena kelalaian dan kesalahannya. Tanggung jawab pemberes terbatas pada yang ditetapkan dalam perjanjian pengangkatannya (Pasal 1804 KUHPerdata). Mengenai siapa yang harus menjalankan pemberesan pada persekutuan firma yang bubar diatur dalam pasal 32 KUHD.

Daftar Pustaka

M, Rita, Vincent K dan Reza Paleva. Panduan Praktis Mendirikan Badan Usaha. Cet. 1. Jakarta: Forum Sahabat, 2009.
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia II: Bentuk-bentuk Perusahaan. Cet. 9.  Jakarta:                Djambatan, 1999.
Soekardono. Hukum Dagang Indonesia I Bagian II. Cet. 3.  Jakarta: Djambatan, 1989.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet. 22. Jakarta: Intermasa, 1989.

Subekti, R dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cet. 25. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1992.
_________________________. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan.  Cet. 27. Jakarta:                                PT. Pradnya Paramita, 2002.
Tumbuan, Fred B.G.  “Hubungan Hukum Internal dan Eksternal Para Sekutu”. Makalah disampaikan pada Program                                Sertifikasi Hakim Pengadilan Niaga oleh MARI bekerjasama dengan Proyek In-ACCE dari USAID, Bogor, 3-13                          Maret 2008.





               [1] H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia II: Bentuk-bentuk Perusahaan, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 1999), hlm. 45.
                    [2] Rita M, Vincent K dan Reza Paleva, Panduan Praktis Mendirikan Badan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009), hlm. 13.
               [3] Idem, hlm. 14.
                    [4] Fred B.G Tumbuan, “Hubungan Hukum Internal dan Eksternal Para Sekutu”, (makalah disampaikan pada Program Sertifikasi Hakim Pengadilan Niaga oleh MARI bekerjasama dengan Proyek In-ACCE dari USAID, Bogor, 3-13 Maret 2008), hlm. 8.
               [5] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. 22, (Jakarta: Intermasa, 1989), hlm. 199.
                    [6] Tumbuan, op.cit.,  hlm.27-28.
               [7] Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I Bagian II, cet. 3, ( Jakarta: Djambatan, 1989), hlm. 89.
               [8] Tumbuan, Idem., hlm. 31.
               [9] Purwosutjipto, op.cit., hlm. 57-58.
               [10] Tumbuan, op.cit., hlm. 32.
                    [11] Rita M, Vincent K dan Reza Paleva, op.cit., hlm. 17.

hidup seperti adonan kue

percaya atau ngak hidup itu seperti adonan kue yang kita buat...kadang bisa bagus atau kadang bisa gagal...padahal pada saat membuatnya sudah sesuai dengan resep
tergantung bagaimana perasaan kita pada saat membuat adonan kue tersebut... kadang saat perasaan kita bagus kue yang kita buat hasilnya bagus, tidak bantat, mengembang dengan sempurna...
saat perasaan kita galau, tidak menentu...wuah...adonan kue yang kita buat menjadi bantat, ngak mengembang, penampilan ngak bagus.....tapi belum tentu juga rasa kuenya ngak enak karena tetap sesuai dengan resepnya....
hidup juga seperti itu, kadang semua sudah dirancang dengan sempurna menurut pemikiran kita ...tetapi apa daya semuanya gagal berantakan..tanpa kita tau sebabnya...
kadang sesuatu yang tidak kita rencanakan malah terjadi.....hidup memang aneh..tetapi itulah dia tetap harus dijalani dengan keikhlasan hati....


salam kenal teman blogger

ini adalah coretan pertama saya...siapapun yang mau berbagi dengan saya mengenai apa saja....dipersilahkan.....terimakasih

renungan

JJ Rousseau (1712-1778)
" Man is born free, and everywhere he is in chains"

Manusia lahir bebas, namun dimana-mana manusia dirantai